
SINTANG, KDK News – Gelombang aspirasi masyarakat di Kabupaten Sintang dan Melawi kian menguat. Pada Selasa, 9 September 2025, masyarakat adat bersama berbagai elemen akan menggelar aksi solidaritas menuntut keadilan.

Aksi ini lahir dari keresahan masyarakat terhadap kriminalisasi penambang rakyat, pengecer minyak, serta persoalan tanah adat yang kian terdesak oleh kebijakan pemerintah. Dalam seruan aksi, masyarakat menyampaikan empat tuntutan utama:
- Membebaskan para penambang rakyat yang ditangkap, karena penambang bukanlah penjahat.
- Segera membebaskan pengecer minyak yang ditangkap.
- Membatalkan patok PKH di atas lahan masyarakat.
- Mendesak Presiden MADN dan Dewan Adat Dayak segera mengesahkan UU Sertifikat Tanah Adat.

Panglima Pangalangok Pajaji, tokoh adat yang menjadi motor penggerak aksi ini, menegaskan sikap kerasnya.
“Saya minta tambang rakyat itu tolong dilegalkan, dan penambang-penambang rakyat yang ditangkap segera dibebaskan tanpa syarat. Jika tidak segera dilakukan, maka saya akan lawan siapapun. Penambang rakyat bukan penjahat, bukan pencuri,” tegas Pajaji.

Tak hanya itu, Pajaji juga menyoroti program patok PKH yang dinilainya sangat merugikan masyarakat Kalimantan.
“Saya mendesak Presiden MADN, Sekjen, dan Ketua DAD Kabupaten Sintang agar segera mengesahkan UU Sertifikat Tanah Adat, supaya tanah adat bisa dikelola masyarakat dengan jelas peruntukannya. Saya juga meminta pemerintah membatalkan program patok PKH, karena banyak tanah masyarakat yang sudah dipasangi plang PKH—mulai dari sawah, kebun karet, hingga kebun sawit. Itu sumber hidup masyarakat yang tidak boleh dirampas,” ujarnya.

Aksi akan dilaksanakan serentak di DPRD Kabupaten Sintang dan Melawi, Kantor Bupati Melawi, serta di depan Mapolres Sintang dan Melawi. Massa dijadwalkan berkumpul mulai pukul 09.00 WIB.
Pihak penyelenggara menegaskan, gerakan ini murni untuk memperjuangkan hak masyarakat lokal yang selama ini menggantungkan hidup dari tambang rakyat, tanah adat, dan usaha kecil lainnya.