
MELAWI – Ratusan masyarakat yang berasal dari berbagai kecamatan di Kabupaten Melawi turun ke jalan dan menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Bupati Melawi, Selasa (19/8/2025). Mereka menyuarakan penolakan terhadap tindakan pemalangan lahan kosong oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang bekerja sama dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).
Dalam aksi tersebut, massa membawa berbagai poster dan spanduk berisi tuntutan. Mereka menolak kebijakan pemerintah pusat yang dinilai tidak berpihak kepada masyarakat kecil, khususnya masyarakat adat Dayak yang sejak turun-temurun mengelola lahan warisan leluhur.
Menurut warga, lahan kebun sawit, karet, hingga kebun buah-buahan yang sudah diwariskan sejak masa sebelum Indonesia merdeka kini terancam dirampas negara hanya karena dianggap “tanah kosong” dan tidak memiliki sertifikat resmi.
“Orang tua dan leluhur kami dulu banyak yang tidak bisa baca tulis karena keterbatasan pendidikan, sehingga tidak memahami soal sertifikat. Sekarang tanah itu tiba-tiba mau dirampas dengan alasan tidak bersertifikat. Ini jelas tidak adil,” ujar salah satu peserta aksi.
Masyarakat menilai kebijakan pemalangan tanah oleh Satgas PKH hanya akan menimbulkan konflik baru di daerah pedalaman. Mereka menegaskan, lahan yang selama ini dikelola secara turun-temurun merupakan sumber kehidupan bagi keluarga, bukan tanah terlantar.
Aksi yang berlangsung damai ini mendapatkan pengawalan ketat dari aparat kepolisian. Meski demikian, warga tetap menyuarakan aspirasinya dengan tegas, meminta pemerintah daerah maupun pusat untuk meninjau ulang kebijakan tersebut.
Para demonstran menegaskan akan terus memperjuangkan hak-hak mereka atas tanah adat dan menolak segala bentuk perampasan lahan yang dilakukan dengan alasan “tanah kosong tanpa sertifikat”.