
PONTIANAK – Sebuah pantun singkat yang dilontarkan politisi Krisantus mendadak viral dan membuat jagat maya heboh. Banyak yang menganggap pantun itu hanya lelucon menjelang Pilgub Kalbar, namun tidak sedikit pula yang menilainya sebagai sinyal politik tersembunyi.
Tokoh Dayak Kalbar, Adrianus Rumpe, menilai polemik pantun tersebut sebetulnya hanyalah pemicu percakapan publik. “Masalah sesungguhnya jauh lebih serius, yakni soal kewenangan, koordinasi, dan relasi antara Gubernur dan Wakil Gubernur,” tegasnya.
Menurut Adrianus, dalam lingkup yang ia sebut “parit kekuasaan”, berbagai agenda pemerintahan—mulai dari kegiatan, pelatihan, hingga urusan kerja—sering kali dijalankan tanpa melibatkan Wakil Gubernur. Bahkan, tidak jarang Wagub tidak mengetahui siapa yang dilibatkan. “Tiba-tiba saja hasil kebijakan sudah jadi, tanpa pernah dibicarakan,” ungkapnya.
Kondisi ini dinilai jelas mengabaikan fungsi dan posisi Wakil Gubernur. “Bahkan ada tugas dan fungsi yang seharusnya melekat pada wagub justru diambil alih,” tambahnya.
Adrianus menekankan, pantun yang dilontarkan Krisantus sejatinya bagian dari tradisi berbalas pantun—sebuah gaya komunikasi khas yang cair, dan seharusnya mencerminkan kesatuan kepemimpinan antara gubernur dan wakil gubernur. Namun, kenyataannya praktik di lapangan menunjukkan adanya dominasi penuh, tanpa ruang diskusi maupun penghormatan pada posisi wakil.
“Jadi kalau pantun itu jadi polemik, bukan karena kalimatnya. Publik sekarang bertanya: apakah Wakil Gubernur benar-benar diberi ruang, atau justru dipinggirkan?” pungkas Adrianus Rumpe.